10 Mitos Pola Makan Pada Anak

10 Mitos Pola Makan Pada Anak

Apa iya, makanan bayi buatan pabrik lebih bagus dibanding buatansendiri? Apa iya, lebih bagus mengenalkan sayuran dulu dibanding buah? Apa iya, anak cuma suka makanan yang itu-itu saja? Bingung deh. Apalagi jika orangtua, teman, atau tetangga, memberi saran berbeda-beda. Yuk,
Teliti mana yang mitos dan mana yang fakta!

1. Mitos : Jika bayi mengalami sembelit saat disususi susu formula, ganti susu itudengan yang
rendah zat besi.
Fakta : Jumlah zat besi dalam susu formula tidak mempengaruhi fungsi pencernaan usus
bayi. Bahkan memberi susu formula rendah zat besi bisa menyebabkan bayi anemia,
yang bisa menurunkan kemampuan bayi belajar. Meski ASImengandung lebih sedikit zat besi, namun zat besi ini lebih mudah diserap dalam saluran pencernaan bayi. Sebaliknya, zat besi susu formula tak mudah diserap, sehingga mesti ditambahkan lebih banyak agar bayimemperoleh cukup zat besi. Jika bayi mengalami sembelit, diskusikan dengan dokter untuk menambahkan sedikit jus buah ke dalam menu makannya.

2. Mitos : Kalau mau mengenalkan makanan padat, gunakan makanan botolan, karena lebih sehat.
Fakta : Makanan bayi yang dikemas dalam botol gelas memang lebih praktis dan sehat.
Namun ini tidak mengandung zat-zat gizi yang lebih istimewa dibanding makanan buatan sendiri. Meski membuat makanan sendiri lebih butuh banyak waktu dan tenaga, namun ini lebih bagus sebab bayi akan kenal dengan citarasa baru yang nantinya akan sering makin familiar saat ia bertambah besar.

Awalnya, cobalah sajikan pure apel yang dimasak matang. Bisa juga pure buah pir, wortel, jagung, kentang, kacang hijau, atau kacang polong. Kita juga bisa mengenalkan pisang atau avokad yang masak. Bayam, bit, labu, sebaiknya baru diberikan setelah bayi berusia 8 bulan, karena mengandung senyawa nitrat, yang bisa mengganggu suplai oksigen oleh darah ke dalam sel-sel tubuh. Saat usia bayi 9 bulan, ia bisa mulai makan daging ayam, ikan, daging sapi, dan makanan dari kedelai seperti tempe atau tahu, yang sudah dicincang. Jangan sajikan sup kalengan, daging proses (kornet, sosis, sarden) atau makanan beku seperti nugget kepada anak di bawah 1 tahun. Kandungan garam dan zat-zat aditif yang tinggi dalam makanan ini susah dicerna bayi.

3. Mitos : Tidak baik jika anak makan daging atau telur secara teratur.
Fakta : Bagi orang dewasa, memang sebaiknya mengurangi makan daging atau telur. Namun
tidak demikian untuk anak. Daging dan telur adalah sumber protein yang sangat bagus dan memberi banyak zat besi serta mineral seng, yang penting bagi tumbuh kembang anak. Namun hindari daging fastfood, misalnya burger. Lebih baik, buat daging panggang atau bakso sendiri di rumah. Jika hendak menyajikan telur, berikan yang kuning telurnya sudah matang dan padat, bukan setengah matang. Untuk mengurangi alergi, tunda pemberian putih telur sampai usia si kecil 1 tahun.
4. Mitos : Jika anak menolak makanan, jangan sajikan makanan itu lagi!
Fakta : Beberapa penelitian menunjukkan, batita bisa saja perlu disajikan makanan yang sama
sampai 15 kali sebelum ia mau memakannya. Jika batita menolak makanan yang kita sajikan, jangan diambil hati. Reaksinya bisa jadi lebih karena terkejut, bukan karena tidak menyukai. Dan biasanya batita menolak makanan baru karena tekstur atau aromanya, bukan rasanya. Cobalah sajikan lagi. Bagus juga jika ibu menyajikan makanan baru yang berbeda selama beberapa kali. Untuk mengurangi penolakan, sajikan makanan baru bersama makanan lama yang jadi favoritnya.

5. Mitos : Anak suka makan makanan yang sama lagi dan lagi.
Fakta : Jika batita menyukai makanan tertentu selama berhari-hari atau berminggu-minggu,
mungkin kita bepikir mitos itu benar. Anak memang suka mengulang makan makanan yang sama. Namun anak juga punya naluri yang kuat untuk mencoba citarasa baru. Makin banyak anak ditawari jenis makanan, makin suka pula ia dengan makanan-makanan itu. Jadi, sajikan sayur-sayuran, buah, atau jenis daging yang baru kepadanya, dengan cara yang agak beda. Misal, taburkan daging ayam yang disuwir-suwir ke dalam salad buah. Taburkan keju atau saus dressing ke atas brokoli kukus.
Atau tambahkan wortel pada saus spaghetti. Ajaklah anak ke supermarket dan biar ia memilih sayuran mana yang disukainya, lalu masaklah bersama-sama. Anak pasti akan menghargai dan menyukai sayur yang dipilihnya sendiri. Bisa juga, tanamlah sayur-sayuran di halaman rumah bersama anak, sehingga saat nantinya dipetik dan dimasak, anak menyukainya.

6. Mitos : Lebih baik mengenalkan sayur lebih dulu, bukan buah. Kalau tidak, rasa manis buah
akan membuat anak tak suka sayur.
Fakta : Tak ada bukti kalau memberikan buah lebih dulu akan menurunkan minat anak makan
sayuran. Namun apapaun yang ibu kenalkan lebih dulu, kenalkan makanan baru secara bertahap. Cobalah makanan yang berbeda setiap 3-4 hari, lalu monitor si kecil untuk memastikan ia tdk mengalami ruam/sakit perut, yg merupakan tanda2 alergi.

7. Mitos : Anak-anak tidak memerlukan suplemen.
Fakta : Umumnya orang beranggapan, pola makan yang sehat akan menyuplai anak semua zat
gizi yang ia perlukan. Namun menurut studi di AS saja, 50% anak di sana kekurangan minimal satu jenis vitamin atau mineral, dan 11% anak malah agak anemia. Cobalah diskusikan dengan dokter mengenai suplemen multivitamin dan mineral yang cocok untuk anak. Jika anak memang membutuhkan, belilah suplemen yang memberikan kandungan vitamin atau mineral antara 50-150% RDA (kecukupan harian yang dianjurkan).

8. Mitos : Batasi jumlah makan anak supaya ia tidak kegemukan.
Fakta : Anak-anak umumnya bagus dalam mengontrol pemasukan makan mereka. Membatasi
porsi makan anak malah justru berdampak negatif. Jika anak terbiasa lapar secara rutin, mereka pun akan belajar untuk mengenyangkan diri kapan saja saat tersedia banyak. Ini malah bisa menjadi kebiasaan yang menimbulkan problem berat badan. Bagi anak yang memang kelebihan berat badan, tetap sajikan makanan yang tinggi kalori seperti makaroni, keju, cake, namun batasi jumlahnya saat makan besar. Tambahkan lebih banyak buah dan sayuran, sehingga anak tetap
merasa kenyang. Selalu ajak juga anak untuk berolah raga bersama.

9. Mitos : Jangan memaniskan sayuran (misal dengan menambahkan gula). Nanti anak tidak mau
makan sayuran yang tawar.
Fakta : Sayuran membantu melindungi anak dari sembelit, kanker, dan penyakit jantung, dan
kita sebaiknya mendorong anak untuk mengonsumsinya, dengan berbagai cara yang kita bisa. Jika anak terbiasa makan sayuran secara teratur, ia nantinya akan menyukai sayuran, meski rasanya tak manis. Jadi, tak perlu merasa bersalah untuk menambahkan sedikit gula pada kacang-kacangan atau polong-polongan, susu pada brokoli, atau madu pada labu atau buncis. Kita juga bisa menggunakan taktik yang sama pada buah. Irislah kiwi atau nanas dan tutupi dengan gula berwarna atau madu.
Sejumlah kecil gula ini tak akan menimbulkan karies gigi, jika diberikan bersama makanan yang sehat dan bukan sebagai cake.

10. Mitos : Supaya anak tak mengalami karies gigi, sebaiknya jangan mengenalkan makanan manis
sejak kecil.
Fakta : Melarang anak makan yang manis2 justru tindakan yang salah. Ini hanya membuat
anak makin ingin makan makanan manis itu. Lebih bagus, ajarkan kepada anak bahwa sesekali makan makanan bergula seperti cookie atau permen bisa menjadi bagian dari pola makan sehat secara keseluruhan. Namun jg menyetok makanan2 itu dlm kulkas atau lemari makan. Lebih baik sediakan kismis, buah segar, yogurt buah, jeruk, pir, melon, cracker yg tdk manis, roti tawar dari biji gandum utuh, susu pasteurisasi, dan semacamnya. Berikan sebagai cemilan atau dessert. Jika anak terbiasa makan cookie, donat, atau permen, anak mungkin akan menolak cemilan-cemilan ini, namun tetapkah sajikan dengan konsiten. (TG)

0 komentar:

Posting Komentar

Senin, 16 Mei 2011

10 Mitos Pola Makan Pada Anak

Diposting oleh Orange Cake di 01.35
10 Mitos Pola Makan Pada Anak

Apa iya, makanan bayi buatan pabrik lebih bagus dibanding buatansendiri? Apa iya, lebih bagus mengenalkan sayuran dulu dibanding buah? Apa iya, anak cuma suka makanan yang itu-itu saja? Bingung deh. Apalagi jika orangtua, teman, atau tetangga, memberi saran berbeda-beda. Yuk,
Teliti mana yang mitos dan mana yang fakta!

1. Mitos : Jika bayi mengalami sembelit saat disususi susu formula, ganti susu itudengan yang
rendah zat besi.
Fakta : Jumlah zat besi dalam susu formula tidak mempengaruhi fungsi pencernaan usus
bayi. Bahkan memberi susu formula rendah zat besi bisa menyebabkan bayi anemia,
yang bisa menurunkan kemampuan bayi belajar. Meski ASImengandung lebih sedikit zat besi, namun zat besi ini lebih mudah diserap dalam saluran pencernaan bayi. Sebaliknya, zat besi susu formula tak mudah diserap, sehingga mesti ditambahkan lebih banyak agar bayimemperoleh cukup zat besi. Jika bayi mengalami sembelit, diskusikan dengan dokter untuk menambahkan sedikit jus buah ke dalam menu makannya.

2. Mitos : Kalau mau mengenalkan makanan padat, gunakan makanan botolan, karena lebih sehat.
Fakta : Makanan bayi yang dikemas dalam botol gelas memang lebih praktis dan sehat.
Namun ini tidak mengandung zat-zat gizi yang lebih istimewa dibanding makanan buatan sendiri. Meski membuat makanan sendiri lebih butuh banyak waktu dan tenaga, namun ini lebih bagus sebab bayi akan kenal dengan citarasa baru yang nantinya akan sering makin familiar saat ia bertambah besar.

Awalnya, cobalah sajikan pure apel yang dimasak matang. Bisa juga pure buah pir, wortel, jagung, kentang, kacang hijau, atau kacang polong. Kita juga bisa mengenalkan pisang atau avokad yang masak. Bayam, bit, labu, sebaiknya baru diberikan setelah bayi berusia 8 bulan, karena mengandung senyawa nitrat, yang bisa mengganggu suplai oksigen oleh darah ke dalam sel-sel tubuh. Saat usia bayi 9 bulan, ia bisa mulai makan daging ayam, ikan, daging sapi, dan makanan dari kedelai seperti tempe atau tahu, yang sudah dicincang. Jangan sajikan sup kalengan, daging proses (kornet, sosis, sarden) atau makanan beku seperti nugget kepada anak di bawah 1 tahun. Kandungan garam dan zat-zat aditif yang tinggi dalam makanan ini susah dicerna bayi.

3. Mitos : Tidak baik jika anak makan daging atau telur secara teratur.
Fakta : Bagi orang dewasa, memang sebaiknya mengurangi makan daging atau telur. Namun
tidak demikian untuk anak. Daging dan telur adalah sumber protein yang sangat bagus dan memberi banyak zat besi serta mineral seng, yang penting bagi tumbuh kembang anak. Namun hindari daging fastfood, misalnya burger. Lebih baik, buat daging panggang atau bakso sendiri di rumah. Jika hendak menyajikan telur, berikan yang kuning telurnya sudah matang dan padat, bukan setengah matang. Untuk mengurangi alergi, tunda pemberian putih telur sampai usia si kecil 1 tahun.
4. Mitos : Jika anak menolak makanan, jangan sajikan makanan itu lagi!
Fakta : Beberapa penelitian menunjukkan, batita bisa saja perlu disajikan makanan yang sama
sampai 15 kali sebelum ia mau memakannya. Jika batita menolak makanan yang kita sajikan, jangan diambil hati. Reaksinya bisa jadi lebih karena terkejut, bukan karena tidak menyukai. Dan biasanya batita menolak makanan baru karena tekstur atau aromanya, bukan rasanya. Cobalah sajikan lagi. Bagus juga jika ibu menyajikan makanan baru yang berbeda selama beberapa kali. Untuk mengurangi penolakan, sajikan makanan baru bersama makanan lama yang jadi favoritnya.

5. Mitos : Anak suka makan makanan yang sama lagi dan lagi.
Fakta : Jika batita menyukai makanan tertentu selama berhari-hari atau berminggu-minggu,
mungkin kita bepikir mitos itu benar. Anak memang suka mengulang makan makanan yang sama. Namun anak juga punya naluri yang kuat untuk mencoba citarasa baru. Makin banyak anak ditawari jenis makanan, makin suka pula ia dengan makanan-makanan itu. Jadi, sajikan sayur-sayuran, buah, atau jenis daging yang baru kepadanya, dengan cara yang agak beda. Misal, taburkan daging ayam yang disuwir-suwir ke dalam salad buah. Taburkan keju atau saus dressing ke atas brokoli kukus.
Atau tambahkan wortel pada saus spaghetti. Ajaklah anak ke supermarket dan biar ia memilih sayuran mana yang disukainya, lalu masaklah bersama-sama. Anak pasti akan menghargai dan menyukai sayur yang dipilihnya sendiri. Bisa juga, tanamlah sayur-sayuran di halaman rumah bersama anak, sehingga saat nantinya dipetik dan dimasak, anak menyukainya.

6. Mitos : Lebih baik mengenalkan sayur lebih dulu, bukan buah. Kalau tidak, rasa manis buah
akan membuat anak tak suka sayur.
Fakta : Tak ada bukti kalau memberikan buah lebih dulu akan menurunkan minat anak makan
sayuran. Namun apapaun yang ibu kenalkan lebih dulu, kenalkan makanan baru secara bertahap. Cobalah makanan yang berbeda setiap 3-4 hari, lalu monitor si kecil untuk memastikan ia tdk mengalami ruam/sakit perut, yg merupakan tanda2 alergi.

7. Mitos : Anak-anak tidak memerlukan suplemen.
Fakta : Umumnya orang beranggapan, pola makan yang sehat akan menyuplai anak semua zat
gizi yang ia perlukan. Namun menurut studi di AS saja, 50% anak di sana kekurangan minimal satu jenis vitamin atau mineral, dan 11% anak malah agak anemia. Cobalah diskusikan dengan dokter mengenai suplemen multivitamin dan mineral yang cocok untuk anak. Jika anak memang membutuhkan, belilah suplemen yang memberikan kandungan vitamin atau mineral antara 50-150% RDA (kecukupan harian yang dianjurkan).

8. Mitos : Batasi jumlah makan anak supaya ia tidak kegemukan.
Fakta : Anak-anak umumnya bagus dalam mengontrol pemasukan makan mereka. Membatasi
porsi makan anak malah justru berdampak negatif. Jika anak terbiasa lapar secara rutin, mereka pun akan belajar untuk mengenyangkan diri kapan saja saat tersedia banyak. Ini malah bisa menjadi kebiasaan yang menimbulkan problem berat badan. Bagi anak yang memang kelebihan berat badan, tetap sajikan makanan yang tinggi kalori seperti makaroni, keju, cake, namun batasi jumlahnya saat makan besar. Tambahkan lebih banyak buah dan sayuran, sehingga anak tetap
merasa kenyang. Selalu ajak juga anak untuk berolah raga bersama.

9. Mitos : Jangan memaniskan sayuran (misal dengan menambahkan gula). Nanti anak tidak mau
makan sayuran yang tawar.
Fakta : Sayuran membantu melindungi anak dari sembelit, kanker, dan penyakit jantung, dan
kita sebaiknya mendorong anak untuk mengonsumsinya, dengan berbagai cara yang kita bisa. Jika anak terbiasa makan sayuran secara teratur, ia nantinya akan menyukai sayuran, meski rasanya tak manis. Jadi, tak perlu merasa bersalah untuk menambahkan sedikit gula pada kacang-kacangan atau polong-polongan, susu pada brokoli, atau madu pada labu atau buncis. Kita juga bisa menggunakan taktik yang sama pada buah. Irislah kiwi atau nanas dan tutupi dengan gula berwarna atau madu.
Sejumlah kecil gula ini tak akan menimbulkan karies gigi, jika diberikan bersama makanan yang sehat dan bukan sebagai cake.

10. Mitos : Supaya anak tak mengalami karies gigi, sebaiknya jangan mengenalkan makanan manis
sejak kecil.
Fakta : Melarang anak makan yang manis2 justru tindakan yang salah. Ini hanya membuat
anak makin ingin makan makanan manis itu. Lebih bagus, ajarkan kepada anak bahwa sesekali makan makanan bergula seperti cookie atau permen bisa menjadi bagian dari pola makan sehat secara keseluruhan. Namun jg menyetok makanan2 itu dlm kulkas atau lemari makan. Lebih baik sediakan kismis, buah segar, yogurt buah, jeruk, pir, melon, cracker yg tdk manis, roti tawar dari biji gandum utuh, susu pasteurisasi, dan semacamnya. Berikan sebagai cemilan atau dessert. Jika anak terbiasa makan cookie, donat, atau permen, anak mungkin akan menolak cemilan-cemilan ini, namun tetapkah sajikan dengan konsiten. (TG)

0 komentar on "10 Mitos Pola Makan Pada Anak"

Posting Komentar