Pemberian Makan Pertama Pada Batita, Kenali Problemnya

Pemberian Makan Pertama Pada Batita, Kenali Problemnya
APLNews Edisi 18

Masa pemberian makan pertama pada anak batita (bayi di bawah tiga tahun-red) yaitu biasanya ketika memasuki usia 6 bulan terkadang menimbulkan reaksi penolakan. Salah satu reaksi penolakan seperti fenomena gumoh hingga muntah. Alhasil, Ibu pun dibuat bingung menghadapi
prilaku anak di bawah setahun yang kerap kali memuntahkan makanan yang baru saja disuapkan. Bila si ibu kurang sabar dan tidak telaten, peristiwa yang dalam istilah jawa disebut gumoh ini, terkadang membuat si ibu jengkel. Padahal terdapat perbedaan antara gumoh dan memuntahkan
makanan. Karena terjadi pada usia yang masih kecil, hingga perbedaan ini tidak begitu terlihat, untuk itu orang tua perlu mengetahui perbedaan antara gumoh dan muntah.

Menurut Dr. Kishore R.J, dari - Poliklinik Anak RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta, fenomena gumoh terjadi pada semua bayi usia di bawah setahun, begitu setahun lewat kejadian ini berhenti. Namun terkadang, menurutnya ada pula diusia di atas 6 bulan pun gumoh sudah mulai berkurang. Kecuali bayi-bayi di bawah 6 bulan, terutama bayi yang baru lahir. "Sebenarnya, soal gumoh ini tak perlu terlalu dikhawatirkan. Hanya saja orang tua harus tahu apa penyebabnya dan kemudian segera mengatasinya,"ujar Dr. Kishore.

Beda Gumoh dan Muntah
Apa sebenarnya yang menyebabkan bayi anda mengalami gumoh ? Masih menurut Dr. Kishore, gumoh terjadi karena ada satu organ, yang berfungsi untuk menyalurkan makanan ke lambung, berbentuk seperti cincin yang fungsinya seperti klep, belum sepenuhnya berfungsi sempurna. "Sehingga bila si bayi minum, terus ditidurkan, lalu ngulet...nah kemudian ada cairan yang keluar. Pada saat makanan keluar, bayi refleks untuk memuntahkan yang kita kenal dengan istilah gumoh,"terangnya. Menurutnya beda antara muntah dengan gumoh yang keluar sedikit-sedikit, muntah keluar dengan sekuat tenaga dan disertai mual-mual.

Adakalanya gumoh terjadi bila bayi merasa kesal karena tak bisa menelannya hingga ia pun menangis. "Seringkali bila hal ini terjadi, pengasuh atau orang tua malah memaksakan pemberiannya. Misal, dengan menaruh si bayi di posisi mendatar, lalu mencekoki makanannya. Otomatis bayi akan membatukkannya hingga terjadi muntah. Peristiwa ini berbahaya sekali, karena saat itu makanan bisa masuk ke saluran napas dan menyumbatnya hingga berakibat fatal,"ujar Kishore memperingatkan. Mengomentari terjadinya gumoh ini, dr. Kishore berpesan, bahwa gumoh adalah gejala alami sangat natural dan terjadi pada setiap bayi, sehingga kita tidak bisa mencegahnya. "Yang bisa kita cegah adalah komplikasinya,"demikian terang Dr. Kishore. Yang berbahaya dari gumoh itu menurutnya seandainya, bila ada air susu yang masuk ke lambung. Di lambung itu ada asam lambung, sehingga susu itu bercampur dengan asam lambung. Kalau itu keluar, dari mulut atau dari hidung, posisi bayi segera dimiringkan atau ditengkurapkan biar tidak tertelan masuk ke paru-paru. Kalau masuk ke paru-paru itu yang bahaya !

Untuk meminimalkan gumoh, Dr. Kishore menyarankan, pada saat pertengahan pemberian minum, kalau perlu disendawakan supaya udaranya keluar baru si (bayi) minum. Tapi itu tidak menjamin tidak akan terjadi gumoh Gumoh tidak disebabkan oleh minuman/makanan tertentu, namun untuk muntah mungkin saja dipicu oleh makanan, misalnya ada makanan yang terlalu asam, ada yang terkontaminasi bakteri, ada yang keracunan, semua itu bisa menyebabkan muntah, tapi tidak gumoh.

Makan Dipaksa, Picu Trauma
Bila anak kerap muntah saat diberi makan, kemungkinan ada beberapa faktor, yang menyebabkannya. Yang sering terjadi adalah feeding problem atau problem pemberian makan. Khusus menyoroti feeding problem ini, biasanya terjadi dalam keluarga yang kedua orang tuanya bekerja sehingga anak diasuh oleh baby sister-nya. Saat ke dokter dan diketahui bobot anak berkurang akhirnya si baby sister di beri tugas memperbaiki bobot anak.

Biasanya yang terjadi kemudian, adalah menempuh cara paksa, peristiwa tersebut malah membuat anak trauma,"Melihat makanan aja sudah membuat anak ingin muntah. Wah, dijejelin lagi nih, begitu pikir anak, jadi itu salah satu penyebabnya,"tambah Kishore.
Selain trauma, penyebab kedua anak susah makan adalah penyakit. Untuk yang satu ini memang harus ditangani oleh dokter. Kemudian yang ketiga adalah faktor psikologi, yaitu si kecil merasa makan itu bukan urusannya. Kondisi ini terjadi ketika seluruh anggota keluarga menyuruh si kecil untuk makan, bapak, ibu, kakek, nenek, om, tante semua menyuruh makan, hingga si kecil berpikir makan bukanlah urusannya. Hal ini juga bisa membuat anak muntah-muntah, karena punya riwayat waktu kecil sering dipaksa.

Seharusnya orang tua membiasakan mengajak anak duduk bersama sewaktu bapak dan ibunya makan. Mungkin selama acara makan berlangsung, mejanya makan akan berantakan dengan ulahnya. Kebanyakan yang terjadi adalah, orang tua memarahi anak. Ini bisa membuat anak trauma.
Asalkan anak tidak mencoba meraih sambal, lebih baik orang tua membiarkan saja anak mengambil makanan yang mau dicobanya. Dengan mengajaknya makan bersama justru mengajarnya mandiri. Cara makan bersama keluarga atau makan bersama teman sebaya akan lebih efektif merangsang
anak untuk makan dibanding dengan cara paksa / menjejelin yang malah membuatnya trauma, karena anak akan berpikir makan bukanlah urusannya.

Beri makan secara bertahap
Dr. Kishore menyarankan untuk usia 4-6 bulan pertama, bila mungkin cukup diberi ASI eksklusif saja tanpa pemberian makanan tambahan atau susu formula. Tapi kalau satu dan lain hal ASI tidak bisa diberikan, maka selama 4 bulan pertama bayi diberikan susu formula, tanpa makanan padat !
Setelah 4 bulan, baru mulai diperkenalkan makanan di luar susu, yang lebih dikenal dengan makanan pendamping, karena memang belum menjadi makanan pokok. Hingga bayi berusia setahun, susu -baik ASI maupun bubuk- tetap menjadi makanan pokok. Buah dikategorikan sebagai makanan pendamping jadi porsinya hanya untuk memperkenalkan saja.

Setelah 6 bulan, baru kita bisa mulai dengan bubur tim yang dapat dicampur dengan ayam, hati ayam dan sayur. Kemudian kita juga dapat memodifikasi rasa di luar manis. Kalau selama 6 bulan ia hanya kenal yang manis kecuali buah, kita kenalkan dengan yang tidak manis.

Setelah setahun, baru kita harapkan balita boleh memakan bubur lembek, makanan tidak perlu diblender lagi. Nah, setelah setahun makanan pokok bayi bukan susu lagi, susu diberikan maksimal 3 kali.


Faktor Penyebab Gumoh dan Muntah pada Bayi:
1. Refleks Menelan Belum Bagus
Bila karena refleks menelannya memang belum bagus, terang Kishore lebih lanjut, ketika
makanan ditaruh di bagian depan lidahnya, si bayi berusaha menelannya dengan menjulurkan
lidahnya. Namun bukannya bisa masuk, malah makanannya jadi keluar lagi. Seperti halnya bayi
mau belajar merangkak, kadang jalannya bukannya maju malah mundur karena koordinasi
motoriknya belum bagus. Sementara kalau dia mengisap ASI, tak jadi masalah, karena puting
ada di belakang lidahnya. "Tentunya tak mungkin kita taruh makanan di belakang lidahnya,
bukan?"
Refleks menelan ini, papar Kishore, akan membaik dengan sendirinya. Tergantung kemampuan
masing-masing bayi dalam menelan. Umumnya di atas usia 6 bulan. Jika refleks menelannya
belum baik dan bayi belum bisa menelan makanan padat, kita bisa mengatasinya dengan
mengencerkan lagi makanannya dengan cara memblender hingga mudah baginya untuk menelan.

2. Tak Kenal Dengan Makanannya
Jika bayi tak kenal atau tak suka dengan makanannya, baik yang semi padat ataupun padat,
tentu akan ditolaknya. "Selama ini makanan yang diterima bayi selalu dalam bentuk cair.
Sementara kini dia mulai mendapatkan makanan yang agak kental, semisal bubur susu, atau
Makanan agak padat, semisal nasi tim. Nah, karena tak kenal, pasti awalnya akan ditolaknya,"
papar Kishore.
Bila demikian kejadiannya, pemberiannya harus dimundurkan dengan cara agak diencerkan lagi.
"Jangan memaksakan bayi dengan kemauan kita karena akan membuatnya trauma. Bisa jadi
setiap kali melihat mangkuk makanan, dia jadi menangis karena takut dijejalkan."

3. Rasanya Berbeda
Ada pula bayi yang menolak nasi tim karena rasanya yang berbeda. Jangan lupa, selama 6 bulan
pertama, bayi kenalnya hanya rasa manis. Nah, nasi tim tak manis seperti halnya bubur susu,
kan? Jadi, ada kemungkinan dia tak suka karena rasanya tak manis. Kalau bayi tak suka karena
tak mengenal rasa nasi tim tersebut, bisa diupayakan agar si bayi belajar mengenal rasa. Jadi,
rasanya yang harus diubah dan divariasikan. Misal, awalnya nasi tim tersebut diberi tambahan
glukosa atau yang paling mudah adalah kecap manis, hingga rasa nasi tim tersebut masih ada
manisnya. Semakin lama, kecapnya agak dikurangi hingga bayi mengenal rasa nasi tim yang lain.
Muntah juga bisa terjadi, misal, karena bayi kekenyangan makan atau minum ataupun karena
bayinya mengulet hingga tekanan di perutnya tinggi, akibatnya susunya keluar lagi.

4. Gangguan Sfingter
Sementara bila karena ada gangguan di saluran cernanya, kita tahu bahwa pada saluran
pencernaan itu ada saluran makan (esopnagus), yang berawal dari tenggorokan sampai lambung.
pada saluran yang menuju lambung ini ada semacam klep atau katup yang dinamakan sfingter.
Fungsinya untuk mencegah keluarnya kembali makanan yang sudah masuk ke lambung.
Umumnya sfingter pada bayi belum bagus dan akan membaik dengan sendirinya sejalan
bertambahnya usia. Umumnya di atas usia 6 bulan. Namun, adakalanya di usia itu pun si bayi
masih mengalami gangguan. Jadi, sifatnya sangat bervariasi. Tentunya, kalau sfingter tak bagus,
maka makanan yang masuk ke lambung bisa keluar lagi. Gejalanya biasanya kalau pada bayi akan
lebih sering gumoh, terutama sehabis disusui.
Apalagi bila ia ditidurkan dengan posisi telentang. Ingat, cairan selalu mencari tempat yang
paling rendah, bukan? Begitupun bila setiap kali diberi makanan padat muntah, harus dicurigai
sfingter-nya tak bagus. Apalagi bila berat badan bayinya tak naik-naik, misal selama 1-2 bulan.
Kadang ada juga sfingter dengan gangguan, yang disebut hipertropi pylorus stenosis, yaitu
adanya otot pylorus yang menebal hingga makanan akan susah turun dari lambung ke usus,
akhirnya keluar muntah.
Gejalanya, tiap kali diberikan makanan padat akan muntah. Tapi kalau makanan cair tidak. Selain
itu, berat badannya pun sulit naik. Jika gangguannya berat, makanan cair pun biasanya tak bisa
lewat, hingga menganggu pertumbuhan si bayi karena tak ada penyerapan makanan.
Biasanya kalau kejadiannya demikian, harus dilakukan tindakan operasi secepatnya untuk
memperbaiki klepnya hingga saluran makanan dari lambung ke usus bisa jalan dengan lancar.
Namun kalau gangguannya ringan saja, misal, muntahnya jarang dan setelah dilakukan
pemeriksaan dengan rontgen atau USG ditemui hipertropi sfingter ringan, berat badan anak
tetap naik. Biasanya kalau kasusnya demikian, tindakan operasi bisa ditunda. Diharapkan dengan
bertambahnya usia, bayi mulai berdiri tegak hingga makanan lebih mudah turun.


Tips Menghadapi Bayi Muntah
Jika bayi muntah, saran, cepat miringkan tubuhnya, atau diangkat ke belakang seperti disendawakan atau ditengkurapkan agar muntahannya tak masuk ke saluran napas yang dapat menyumbat dan berakibat fatal.

Jika muntahnya keluar lewat hidung, orang tua tak perlu khawatir. "Ini berarti muntahnya keluar. Bersihkan saja segera bekas muntahnya. Justru yang bahaya bila dari hidung masuk lagi terisap ke saluran napas. Karena bisa masuk ke paru- paru dan menyumbat jalan napas. Jika ada muntah masuk ke paru-paru tak bisa dilakukan tindakan apa-apa, kecuali membawanya segera ke dokter untuk ditangani lebih lanjut."

0 komentar:

Posting Komentar

Senin, 16 Mei 2011

Pemberian Makan Pertama Pada Batita, Kenali Problemnya

Diposting oleh Orange Cake di 01.34
Pemberian Makan Pertama Pada Batita, Kenali Problemnya
APLNews Edisi 18

Masa pemberian makan pertama pada anak batita (bayi di bawah tiga tahun-red) yaitu biasanya ketika memasuki usia 6 bulan terkadang menimbulkan reaksi penolakan. Salah satu reaksi penolakan seperti fenomena gumoh hingga muntah. Alhasil, Ibu pun dibuat bingung menghadapi
prilaku anak di bawah setahun yang kerap kali memuntahkan makanan yang baru saja disuapkan. Bila si ibu kurang sabar dan tidak telaten, peristiwa yang dalam istilah jawa disebut gumoh ini, terkadang membuat si ibu jengkel. Padahal terdapat perbedaan antara gumoh dan memuntahkan
makanan. Karena terjadi pada usia yang masih kecil, hingga perbedaan ini tidak begitu terlihat, untuk itu orang tua perlu mengetahui perbedaan antara gumoh dan muntah.

Menurut Dr. Kishore R.J, dari - Poliklinik Anak RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta, fenomena gumoh terjadi pada semua bayi usia di bawah setahun, begitu setahun lewat kejadian ini berhenti. Namun terkadang, menurutnya ada pula diusia di atas 6 bulan pun gumoh sudah mulai berkurang. Kecuali bayi-bayi di bawah 6 bulan, terutama bayi yang baru lahir. "Sebenarnya, soal gumoh ini tak perlu terlalu dikhawatirkan. Hanya saja orang tua harus tahu apa penyebabnya dan kemudian segera mengatasinya,"ujar Dr. Kishore.

Beda Gumoh dan Muntah
Apa sebenarnya yang menyebabkan bayi anda mengalami gumoh ? Masih menurut Dr. Kishore, gumoh terjadi karena ada satu organ, yang berfungsi untuk menyalurkan makanan ke lambung, berbentuk seperti cincin yang fungsinya seperti klep, belum sepenuhnya berfungsi sempurna. "Sehingga bila si bayi minum, terus ditidurkan, lalu ngulet...nah kemudian ada cairan yang keluar. Pada saat makanan keluar, bayi refleks untuk memuntahkan yang kita kenal dengan istilah gumoh,"terangnya. Menurutnya beda antara muntah dengan gumoh yang keluar sedikit-sedikit, muntah keluar dengan sekuat tenaga dan disertai mual-mual.

Adakalanya gumoh terjadi bila bayi merasa kesal karena tak bisa menelannya hingga ia pun menangis. "Seringkali bila hal ini terjadi, pengasuh atau orang tua malah memaksakan pemberiannya. Misal, dengan menaruh si bayi di posisi mendatar, lalu mencekoki makanannya. Otomatis bayi akan membatukkannya hingga terjadi muntah. Peristiwa ini berbahaya sekali, karena saat itu makanan bisa masuk ke saluran napas dan menyumbatnya hingga berakibat fatal,"ujar Kishore memperingatkan. Mengomentari terjadinya gumoh ini, dr. Kishore berpesan, bahwa gumoh adalah gejala alami sangat natural dan terjadi pada setiap bayi, sehingga kita tidak bisa mencegahnya. "Yang bisa kita cegah adalah komplikasinya,"demikian terang Dr. Kishore. Yang berbahaya dari gumoh itu menurutnya seandainya, bila ada air susu yang masuk ke lambung. Di lambung itu ada asam lambung, sehingga susu itu bercampur dengan asam lambung. Kalau itu keluar, dari mulut atau dari hidung, posisi bayi segera dimiringkan atau ditengkurapkan biar tidak tertelan masuk ke paru-paru. Kalau masuk ke paru-paru itu yang bahaya !

Untuk meminimalkan gumoh, Dr. Kishore menyarankan, pada saat pertengahan pemberian minum, kalau perlu disendawakan supaya udaranya keluar baru si (bayi) minum. Tapi itu tidak menjamin tidak akan terjadi gumoh Gumoh tidak disebabkan oleh minuman/makanan tertentu, namun untuk muntah mungkin saja dipicu oleh makanan, misalnya ada makanan yang terlalu asam, ada yang terkontaminasi bakteri, ada yang keracunan, semua itu bisa menyebabkan muntah, tapi tidak gumoh.

Makan Dipaksa, Picu Trauma
Bila anak kerap muntah saat diberi makan, kemungkinan ada beberapa faktor, yang menyebabkannya. Yang sering terjadi adalah feeding problem atau problem pemberian makan. Khusus menyoroti feeding problem ini, biasanya terjadi dalam keluarga yang kedua orang tuanya bekerja sehingga anak diasuh oleh baby sister-nya. Saat ke dokter dan diketahui bobot anak berkurang akhirnya si baby sister di beri tugas memperbaiki bobot anak.

Biasanya yang terjadi kemudian, adalah menempuh cara paksa, peristiwa tersebut malah membuat anak trauma,"Melihat makanan aja sudah membuat anak ingin muntah. Wah, dijejelin lagi nih, begitu pikir anak, jadi itu salah satu penyebabnya,"tambah Kishore.
Selain trauma, penyebab kedua anak susah makan adalah penyakit. Untuk yang satu ini memang harus ditangani oleh dokter. Kemudian yang ketiga adalah faktor psikologi, yaitu si kecil merasa makan itu bukan urusannya. Kondisi ini terjadi ketika seluruh anggota keluarga menyuruh si kecil untuk makan, bapak, ibu, kakek, nenek, om, tante semua menyuruh makan, hingga si kecil berpikir makan bukanlah urusannya. Hal ini juga bisa membuat anak muntah-muntah, karena punya riwayat waktu kecil sering dipaksa.

Seharusnya orang tua membiasakan mengajak anak duduk bersama sewaktu bapak dan ibunya makan. Mungkin selama acara makan berlangsung, mejanya makan akan berantakan dengan ulahnya. Kebanyakan yang terjadi adalah, orang tua memarahi anak. Ini bisa membuat anak trauma.
Asalkan anak tidak mencoba meraih sambal, lebih baik orang tua membiarkan saja anak mengambil makanan yang mau dicobanya. Dengan mengajaknya makan bersama justru mengajarnya mandiri. Cara makan bersama keluarga atau makan bersama teman sebaya akan lebih efektif merangsang
anak untuk makan dibanding dengan cara paksa / menjejelin yang malah membuatnya trauma, karena anak akan berpikir makan bukanlah urusannya.

Beri makan secara bertahap
Dr. Kishore menyarankan untuk usia 4-6 bulan pertama, bila mungkin cukup diberi ASI eksklusif saja tanpa pemberian makanan tambahan atau susu formula. Tapi kalau satu dan lain hal ASI tidak bisa diberikan, maka selama 4 bulan pertama bayi diberikan susu formula, tanpa makanan padat !
Setelah 4 bulan, baru mulai diperkenalkan makanan di luar susu, yang lebih dikenal dengan makanan pendamping, karena memang belum menjadi makanan pokok. Hingga bayi berusia setahun, susu -baik ASI maupun bubuk- tetap menjadi makanan pokok. Buah dikategorikan sebagai makanan pendamping jadi porsinya hanya untuk memperkenalkan saja.

Setelah 6 bulan, baru kita bisa mulai dengan bubur tim yang dapat dicampur dengan ayam, hati ayam dan sayur. Kemudian kita juga dapat memodifikasi rasa di luar manis. Kalau selama 6 bulan ia hanya kenal yang manis kecuali buah, kita kenalkan dengan yang tidak manis.

Setelah setahun, baru kita harapkan balita boleh memakan bubur lembek, makanan tidak perlu diblender lagi. Nah, setelah setahun makanan pokok bayi bukan susu lagi, susu diberikan maksimal 3 kali.


Faktor Penyebab Gumoh dan Muntah pada Bayi:
1. Refleks Menelan Belum Bagus
Bila karena refleks menelannya memang belum bagus, terang Kishore lebih lanjut, ketika
makanan ditaruh di bagian depan lidahnya, si bayi berusaha menelannya dengan menjulurkan
lidahnya. Namun bukannya bisa masuk, malah makanannya jadi keluar lagi. Seperti halnya bayi
mau belajar merangkak, kadang jalannya bukannya maju malah mundur karena koordinasi
motoriknya belum bagus. Sementara kalau dia mengisap ASI, tak jadi masalah, karena puting
ada di belakang lidahnya. "Tentunya tak mungkin kita taruh makanan di belakang lidahnya,
bukan?"
Refleks menelan ini, papar Kishore, akan membaik dengan sendirinya. Tergantung kemampuan
masing-masing bayi dalam menelan. Umumnya di atas usia 6 bulan. Jika refleks menelannya
belum baik dan bayi belum bisa menelan makanan padat, kita bisa mengatasinya dengan
mengencerkan lagi makanannya dengan cara memblender hingga mudah baginya untuk menelan.

2. Tak Kenal Dengan Makanannya
Jika bayi tak kenal atau tak suka dengan makanannya, baik yang semi padat ataupun padat,
tentu akan ditolaknya. "Selama ini makanan yang diterima bayi selalu dalam bentuk cair.
Sementara kini dia mulai mendapatkan makanan yang agak kental, semisal bubur susu, atau
Makanan agak padat, semisal nasi tim. Nah, karena tak kenal, pasti awalnya akan ditolaknya,"
papar Kishore.
Bila demikian kejadiannya, pemberiannya harus dimundurkan dengan cara agak diencerkan lagi.
"Jangan memaksakan bayi dengan kemauan kita karena akan membuatnya trauma. Bisa jadi
setiap kali melihat mangkuk makanan, dia jadi menangis karena takut dijejalkan."

3. Rasanya Berbeda
Ada pula bayi yang menolak nasi tim karena rasanya yang berbeda. Jangan lupa, selama 6 bulan
pertama, bayi kenalnya hanya rasa manis. Nah, nasi tim tak manis seperti halnya bubur susu,
kan? Jadi, ada kemungkinan dia tak suka karena rasanya tak manis. Kalau bayi tak suka karena
tak mengenal rasa nasi tim tersebut, bisa diupayakan agar si bayi belajar mengenal rasa. Jadi,
rasanya yang harus diubah dan divariasikan. Misal, awalnya nasi tim tersebut diberi tambahan
glukosa atau yang paling mudah adalah kecap manis, hingga rasa nasi tim tersebut masih ada
manisnya. Semakin lama, kecapnya agak dikurangi hingga bayi mengenal rasa nasi tim yang lain.
Muntah juga bisa terjadi, misal, karena bayi kekenyangan makan atau minum ataupun karena
bayinya mengulet hingga tekanan di perutnya tinggi, akibatnya susunya keluar lagi.

4. Gangguan Sfingter
Sementara bila karena ada gangguan di saluran cernanya, kita tahu bahwa pada saluran
pencernaan itu ada saluran makan (esopnagus), yang berawal dari tenggorokan sampai lambung.
pada saluran yang menuju lambung ini ada semacam klep atau katup yang dinamakan sfingter.
Fungsinya untuk mencegah keluarnya kembali makanan yang sudah masuk ke lambung.
Umumnya sfingter pada bayi belum bagus dan akan membaik dengan sendirinya sejalan
bertambahnya usia. Umumnya di atas usia 6 bulan. Namun, adakalanya di usia itu pun si bayi
masih mengalami gangguan. Jadi, sifatnya sangat bervariasi. Tentunya, kalau sfingter tak bagus,
maka makanan yang masuk ke lambung bisa keluar lagi. Gejalanya biasanya kalau pada bayi akan
lebih sering gumoh, terutama sehabis disusui.
Apalagi bila ia ditidurkan dengan posisi telentang. Ingat, cairan selalu mencari tempat yang
paling rendah, bukan? Begitupun bila setiap kali diberi makanan padat muntah, harus dicurigai
sfingter-nya tak bagus. Apalagi bila berat badan bayinya tak naik-naik, misal selama 1-2 bulan.
Kadang ada juga sfingter dengan gangguan, yang disebut hipertropi pylorus stenosis, yaitu
adanya otot pylorus yang menebal hingga makanan akan susah turun dari lambung ke usus,
akhirnya keluar muntah.
Gejalanya, tiap kali diberikan makanan padat akan muntah. Tapi kalau makanan cair tidak. Selain
itu, berat badannya pun sulit naik. Jika gangguannya berat, makanan cair pun biasanya tak bisa
lewat, hingga menganggu pertumbuhan si bayi karena tak ada penyerapan makanan.
Biasanya kalau kejadiannya demikian, harus dilakukan tindakan operasi secepatnya untuk
memperbaiki klepnya hingga saluran makanan dari lambung ke usus bisa jalan dengan lancar.
Namun kalau gangguannya ringan saja, misal, muntahnya jarang dan setelah dilakukan
pemeriksaan dengan rontgen atau USG ditemui hipertropi sfingter ringan, berat badan anak
tetap naik. Biasanya kalau kasusnya demikian, tindakan operasi bisa ditunda. Diharapkan dengan
bertambahnya usia, bayi mulai berdiri tegak hingga makanan lebih mudah turun.


Tips Menghadapi Bayi Muntah
Jika bayi muntah, saran, cepat miringkan tubuhnya, atau diangkat ke belakang seperti disendawakan atau ditengkurapkan agar muntahannya tak masuk ke saluran napas yang dapat menyumbat dan berakibat fatal.

Jika muntahnya keluar lewat hidung, orang tua tak perlu khawatir. "Ini berarti muntahnya keluar. Bersihkan saja segera bekas muntahnya. Justru yang bahaya bila dari hidung masuk lagi terisap ke saluran napas. Karena bisa masuk ke paru- paru dan menyumbat jalan napas. Jika ada muntah masuk ke paru-paru tak bisa dilakukan tindakan apa-apa, kecuali membawanya segera ke dokter untuk ditangani lebih lanjut."

0 komentar on "Pemberian Makan Pertama Pada Batita, Kenali Problemnya"

Posting Komentar